Wednesday, June 1, 2011

KEMUSYRIKAN


Abu Daud dan Tirmidzi meriwayatkan dari Tsauban Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Apabila pedang telah diletakkan pada umatku, maka ia tidak akan diangkat lagi hingga hari kiamat. Dan tidak akan datang kiamat itu sehingga beberapa kabilah dari umatku mengikuti tingkah laku kaum musyrik, dan sehingga ada beberapa kabilah dari umatku yang menyembah berhala-hala" [Aunul Ma'bud Syarh Sunan Abu Daud 11 : 322-324, Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami Tirmidzi 6 : 466. Tirmidzi berkata, "Ini adalah hadits shahih". Dan hadits ini juga dishahihkan oleh Al-Alban dalam Shahih Al-Jami' Ash-Shagir 6 : 174, hadits nomor 7295]

Imam Asy-Syaikhani (Bukhari dan Muslim) meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu katanya : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Tidak akan datang kiamat sehingga wanita-wanita tua suku Daus berputar-putar mengelilingi Dzil-Khalashah" [Shahih Bukhari, Kitab Al-Fitan, Bab Taghayyuriz-Zaman Hatta Tu'bada Al-Autsan 13 : 76, hadits nomor 7116, Shahih Muslim Syarah Nawawi, Kitab Al-Fitan Wa Asyroth As-Sa'ah, Bab Laa Taquumu As-Sa'utu Hatta Ta'buda Daus Dzal-Khalashah 18 : 32-33]

Dan Dzul-Khalashah ialah tempat berhala suku Daus yang mereka sembah pada zaman jahiliyah.

Apa yang disabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits ini telah menjadi kenyataan. Karena suku Daus dan orang-orang Arab di sekitarnya telah terfitnah dengan Dzul-Khalashah. Yakni tatkala mereka dilanda kebodohan dan kembali mengikuti jejak nenek moyang mereka terdahulu dengan menyembeah Dzul-Khalashah disamping menyembah Allah. Sehingga, bangkitlah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah dengan dakwah dan seruannya kepada tauhid dan memurnikan ajaran Islam. Maka Islampun dapat kembali lagi ke jazirah Arab. Kemudian bangkitlah Al-Imam Abdul Aziz bin Muhamad bin Sa'ud rahimahullah, dan beliau mengirim sekelompok juru dakwah ke Dzul-Khalashah untuk merobohkan dan menghancurkan sebagian bangunannya. Tetapi setelah masa pemerintahan keluarga Sa'ud atas Hizaz berakhir, maka kembalilah orang-orang jahil menyembah patung di Dzul-Khalashah lagi.

Kemudian, ketika Abdul Aziz bin Abdur Rahman Ali (keluarga) Sa'ud rahimahullah berkuasa atas Hizaz, beliau memerintahkan gubernurnya untuk mengirim pasukan guna menghancurkannya dan menghilangkan bekas-bekasya. Segala puji dan nikmat kepunyaan Allah [Vide : Ithaful Jama'ah I : 522-523 : Sarootu Ghamid wa Zahron : 347-349]

Kesyirikan-kesyirikan itu akan senantiasa ada dalam berbagai negeri dengan berbagai bentuknya. Dan benarlah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang bersabda.

"Artinya : Tidak akan lenyap malam dan siang (tidak akan lenyap dunia, yakni Kiamat) sehingga Lata dan Uzza (berhala) disembah kembali" Lalu Aisyah berkata : Wahai Rasulullah, sesungguhnya ketika Allah menurunkan firmanNya : 'Dia-lah yang mengutus RasulNya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama, meskipun orang-orang musyrik tidak menyukainya'. Saya kira dengan turunnya ayat ini semua itu sudah sempurna. Beliau menjawab : "Itu akan terjadi sesuai dengan kehendak Allah, tetapi kemudian Allah akan mengirimkan angin yang baik lantas mematikan setiap orang yang di hatinya masih ada iman meskipun seberat biji sawi, sehingga tinggal manusia yang tidak ada kebaikannya sama sekali, lalu mereka kembali kepada agama nenek moyang mereka (syirik)" [Shahih Muslim dengan syarah Nawawi, Kitab Al-Fitan wa syrithis Sa'ah 18 : 33]

Dan lambang serta wujud kemusyrikan itu banyak sekali. Tidak terbatas pada penyembahan terhadap batu, kayu dan kuburan, tetapi bisa lebih jauh dari itu. Yaitu, dengan menjadikan thoghut-thaghut sebagai saingan bagi Allah Ta'ala, yang menciptakan syari'at untuk manusia dan menyuruh manusia mengikuti syariatnya dengan meninggalkan syariat Allah. Dengan demikian, berarti mereka menjadikan diri mereka sebagai tuhan-tuhan yang disucikan selain Allah seperti yang disinyalir Allah :

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

"Artinya : Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
[At-Taubah : 31]


Saturday, May 28, 2011

BERDALIL SELALU MENGIKUTI APA-APA YANG DATANG DARI KITAB ALLAH DAN SUNNAH RASULULLAH


Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bahwa dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allah dan atau Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam baik secara lahir maupun bathin dan mengikuti apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin maupun Anshar pada umumnya dan khususnya mengikuti Al-Khulafaur-rasyidin sebagaimana wasiat Rasulullah dalam sabdanya.

"Artinya : Berepegang teguhlah kamu kepada sunnahku dan sunnah khulafaur-rasyid-iin yang mendapat petunjuk". [Telah terdahulu takhrijnya]

Dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak mendahulukan perkataan siapapun terhadap firman Allah dan sabda Rasulullah. Oleh karena itu mereka dinamakan Ahlul Kitab Was Sunnah. Setelah mengambil dasar Al-Qur'an dan As-Sunnah, mereka mengambil apa-apa yang telah disepakati ulama umat ini. Inilah yang disebut dasar yang pertama ; yakni Al-Qur'an dan As-Sunnah. Segala hal yang diperselisihkan manusia selalu dikembalikan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Allah telah berfirman.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا

Artinya :Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (Al Qur'an : Surat 4 An Nissa ayat 59)

Ahlus Sunnah tidak meyakini adanya kema'shuman seseorang selain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka tidak berta'ashub pada suatu pendapat sampai pendapat tersebut bersesuaian dengan Al-Kitab dan As-Sunnah. Mereka meyakini bahwa mujtahid itu bisa salah dan benar dalam ijtihadnya. Mereka tidak boleh berijtihad sembarangan kecuali siapa yang telah memenuhi persyaratan tertentu menurut ahlul 'ilmi.

Perbedaan-perbedaan diantara mereka dalam masalah ijtihad tidak boleh mengharuskan adanya permusuhan dan saling memutuskan hubungan diantara mereka, sebagaimana dilakukan orang-orang yang ta'ashub dan ahlul bid'ah. Sungguh mereka tetap metolerir perbedaan yang layak (wajar), bahkan mereka tetap saling mencintai dan berwali satu sama lain ; sebagian mereka tetap shalat di belakang sebagian yang lain betapapun adanya perbedaan masalah far'i (cabang) diantara mereka. Sedang ahlul bid'ah saling memusuhi, mengkafirkan dan menghukumi sesat kepada setiap orang yang menyimpang dari golongan mereka.

Friday, May 27, 2011

BOLEHKAH SEORANG ISTRI MENGAMBIL HARTA SUAMI TANPA SEIJIN SUAMI


Pertanyaan.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Suami saya tidak pernah memberi nafkah kepada saya atau kepad anak-anak saya. Oleh karena itu kadang-kadang kami mengambil uangnya tanpa sepengetahuan dia. Apakah dalam hal ini kami berdosa ?

Jawaban
Seorang istri boleh mengambil harta suaminya tanpa sepengetahuan suaminya, sebanyak yang ia butuhkan bersama anak-anaknya yang masih kecil, dengan cara yang baik dan tidak berlebih-lebihan. Dengan syarat suami tersebut tidak memberikan nafkah yang cukup kepadanya. Hal ini berdasarkan sebuah hadits shahih riwayat Aisyah yang menyatakan bahwa Hindun binti Utbah mengadu kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan (suamiku) tidak memberikan nafkah yang cukup kepadaku dan kepada anak-anakku. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ambillah hartanya dengan cara yang ma’ruf sebanyak yang dibutuhkan olehmu dan anak-anakmu” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala maha penolong menuju kebenaran.